Menelusuri Akar Hitoris Ibadah Qurban, Meneladani Ketakwaan Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS

- 14 Juni 2024, 07:17 WIB
Ilustrasi nabi Ibrahim
Ilustrasi nabi Ibrahim /Gencraft/ungpuo8/

 

KABAR TASIKMALAYA - Dalam lembaran sejarah Islam telah mengabadikan sebuah dokumen penting  pengorbanan yang amat besar dari dua hamba Allah yang mulia, yakni Nabi Ibrahim as dengan puteranya Ismail as. Peristiwa besar itu, akan senantiasa diingat dan disebut-sebut kembali oleh ummat Islam dibelahan dunia ketika datangnya hari raya qurban, atau `idul adha.

Kedua nama orang mulia ini telah dicatat dengan tinta emas sepanjang sejarah, serta dimuat dalam Alquran. Menjelang kedatangan hari besar Islam seperti `Idul Adha bukan saja hanya sekedar untuk merayakannya dengan menyembelih hewan kurban semata, akan tetapi momen `Idul adha mengandung makna amat penting dalam sejarah ummat manusia yang harus dihayati oleh segenap ummat Islam yang taat dan patuh kepada-Nya.

Ibrahim adalah seorang hamba Allah dan sekaligus utusan Allah yang mengemban tugas berat, mengajak ummatnya ke jalan tauhid, agar mereka meng-Esakan Allah, Dialah dzat yang mutlak harus disembah dan dipatuhi segala perintah-Nya. Ketika Ibrahim menyeru kepada kaumnya untuk menyembah Allah, menghadapi tantangan musuh yang paling berat dari seorang penguasa saat itu, Raja Namrudz namanya.

Kebenciannya terhadap Ibrahim sangat luar biasa hingga Ibrahim dibakar hidup-hidup oleh sang raja. Namun atas pertolongan Allah, Ibrahim selamat dari sengatan api. Dalam firman-Nya Allah menegaskan : “Ya naaru kuuni bardan wasalaman `ala Ibrahim”, (wahai api, kujadikan kau dingin dan memberikan selamat kepada Ibrahim).

Baca Juga: Bacaan Niat Puasa Dzulhijjah, Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah. Lebih Utama dari Jihad dan Pembebas Api Neraka

Selanjutnya ujian lain yang diberikan kepada Ibrahim, di usianya yang renta tidak pula dikaruniai anak, padahal ia sangat mendambakan seorang anak sebagai buah hati, cahaya mata, penerus perjuangan sejarah dan keturunannya, dan menggantikan kedudukannya kelak sebagai seorang Nabi Allah.

Oleh karenanya, Ibrahim senantiasa memohon kepada-Nya agar dikaruniai anak yang shaleh. Namun ketika do`anya dikabulkan oleh Allah, anak yang dirindukan itu telah didapatkannya, maka datanglah perintah Allah agar anak yang dicintainya harus dipisahkan dari sisi kehidupannya. Anaknya harus dibawa hijrah ketempat yang jauh dari perkampungan, disebuah padang pasir bersama ibundanya Siti Hajar, isteri yang dicintainya, yang selalu taat dan patuh kepada suaminya karena perintah Allah Swt.

Dibalik lembaran kisah pengorbanan Ibrahim as terhadap puteranya Ismail as, tampaknya kita tidak akan dapat melupakan peranan seorang Ibu Siti Hajar telah menunjukkan kesetiaannya sebagai seorang isteri yang patuh dan setia,  seorang ibu yang shalehah, karena taat kepada perintah Allah. Bagaimanapun juga pengorbanan Siti Hajar sejak semula, ketika berada ditengah padang belantara yang tandus, telah menunjukkan ketaatan dan kesabarannya sehingga didikannya membekas pada putra tercintanya Ismail as.

Siti Hajar ikhlas menerima takdir Allah yang Maha Agung, Maha menghidupkan dan  mematikan, walaupun kenyataan pahit ujian semacam itu amat berat dirasakannya. Sehingga kemudian pengabdiannya tidaklah sia-sia, nuraninya telah diilhami oleh kenyataan-kenyataan hidup yang hakiki untuk mencapai rahasia-rahasia hikmah dan hakikat alam yang telah ditemuinya.

Baca Juga: Study Tour Kembali Telan Korban. Empat Pelajar Asal Bandung Terseret Ombak Pangandaran, Satu Orang Meninggal

Dari sinilah asas ideologi Islam lahir  yang kemudian dilanjutkan oleh Nabi terakhir Muhammad saw, sebagaimana Nabi Ibrahim telah menegakkan bendera tauhid dipersada alam ini, telah menyeru ummat manusia agar meninggalkan kepercayaan-kepercayaan yang sesat, untuk menuju kepada `aqidah yang benar, ideologi yang murni, agama yang lurus.

Sebagaimana firman Allah dalam Al quran yang artinya : “Katakanlah; benarlah (apa yang difirmankan)  Allah. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Ali Imran : 95).

Utusan Allah yang satu ini, telah berhadapan dengan manusia-manusia sesat, tradisi dan kultur yang terikat dengan ribuan batu-batu yang mereka sembah dan dipuja-puja, serta bermacam berhala dan patung yang dianggap sebagai Tuhan. Sehingga kemudian Ibrahim mengadukan kepada Allah ketika berhadapan dengan manusia-manusia yang tersesat itu. Seperti dijelaskan dalam Al quran berikut ini :

“Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari pada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk  golonganku dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ibrahim : 36).

Baca Juga: Mantan Kader Gerindra Semakin Mantap Maju Bersama PAN di Pilkada 2024

Kisah Nabi Ibrahim as dengan puteranya Ismali as telah menjadi pertanda berita kebenaran langit dan bumi, yang telah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan menampakan mu`zijat Nabi Ismail as ketika memancarkan air zam-zam ditengah padang yang tandus dan gersang. Kemudian do`a Ibrahim as ketika memasrahkan anak dan isterinya dalam pemeliharaan Allah, telah makbul disisi-Nya. Dan Al quran telah mengabadikan do`a Ibrahim  tersebut:

“Wahai Tuhan kami, kutinggalkan sebagian keluargaku di lembah yang tak bertumbuhan ini, di sisi rumah-Mu Baitul Haram. Wahai Tuhan kami, agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah rizki mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim : 37).

Kekuasaan Allah telah diperlihatkan-Nya dibumi Mekkah, tanah yang tandus dan kering kerontang telah berubah menjadi subur dan makmur dengan memancarnya mata air zam-zam hingga kini tak pernah surut. Tempat yang sunyi sepi  ini menjadi ramai karena dihuni oleh banyak manusia, tanah suci Makkah Al-Mukaromah dan kini setiap tahun berduyun-duyun ummat Islam berdatangan  dari semua penjuru dunia menziarahi  ka`bah rumah Allah untuk berthawaf, menunaikan ibadah haji.

Sebagaimana firman Allah dalam Al quran surat Al-Hajj ayat 27 yang artinya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari seganap penjuru yang jauh.”

Baca Juga: Daging Sapi Enaknya Dimasak Apa? Ini Berbagai Olahan Daging dengan Kualitas Rasa Restoran

Selanjutnya didalam Alquran pula telah dilukiskan tentang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim as dan putranya Nabi Ismail as seperti diungkapkan dalam surat As-shafaat ayat 102 , yang artinya : “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: wahai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu ! Ia menjawab ; hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkanmu, insya Allah kamu akan mendapatku termasuk orang-orang yang shabar.”

Oleh karena demikian, maka dari sinilah akar historis permulaan ibadah qurban, Ibrahim rela mengorbankan seorang putera semata wayang yang amat dicintainya, dan Ismail as menerima perintah Allah dengan shabar dan tawakal. Kedua hamba Allah pilihan ini telah meninggalkan jejak amat positif bagi tegaknya agama Allah dimuka bumi, dan namanya yang harum bagi ummat manusia sesudahnya hingga akhir zaman.***

Penulis: H. E. Mahpuddin Noor (Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah