Dalam suatu Hadits Rasulullah saw mengatakan : “Seandainya manusia mempunyai dua lembah yang penuh dengan emas, maka dia akan menghendaki lembah yang ketiga. Kalau sudah dapat tiga lembah, dia menghendaki lagi lembah yang keempat. Nafsu itu baru berakhir bila jasadnya sudah dimasukan ke dalam kubur.”
Nafsu terhadap kemewahan hidup itu, pernah diibaratkan oleh Nabi Isa as; “laksana seorang yang minum air laut di waktu dahaga, semakin banyak diminum maka akan semakin haus”.
(3). Taufik. Unsur ketiga hidup yang baik itu adalah mendapatkan taufik dari Allah swt, taufik yang berasal dari akar kata waqafa, artinya sesuai dengan apa diharapkan dan direncanakan.
Apabila dalam kehidupan ini manusia senantiasa bertemu dengan pengharapannya, sesuai dengan rencana yang ditargetkan sebelumnya, itu namanya taufik, dan sumber taufik itu ialah “hidayah”, yaitu petunjuk yang dikaruniakan oleh Allah swt kepada manusia yang dikehendakinya.
(4). Sa`adah. Unsur keempat hidup sa`adah, artinya bahagia, pada unsur ini tidak dapat dilihat dan diraba, sifatnya abstrak. Hubungannya erat sekali dengan soal kejiwaan, rohaniyah. Ukurannya berbeda-beda bagi tiap-tiap orang, ada yang mendasarkannya kepada unsur-unsur material, akan tetapi pada hakekatnya yang menumbuhkan bahagia itu adalah unsur-unsur spiritual.
Nilai-nilai jasmaniyah (lahiriyah), selalu ditentukan oleh faktor-faktor rohaniyah (bathiniyah), dari zaman ke zaman senantiasa dicari orang apa sebenarnya kebahagiaan itu, dan dimana letaknya kebahagiaan.
Dalam suatu riwayat, seorang filusuf Yunani terkenal; Socrates, pernah membawa obor di siang bolong ke tengah-tengah pasar yang ramai. Banyak orang bertanya kepadanya: Apakah masud anda membawa obor padahal matahari memancarkan cahaya yang terang benderang? Socrates menjawab: “Saya sedang mencari bahagia yang sampai pada saat ini belum bertemu.” Ucapannya itu mengandung falsafah yang dalam.
Baca Juga: Menggugah Selera! Cara Membuat Kebab Daging Sapi ala Rumahan untuk Anak-anak
(5). Jannah. Unsur-unsur yang diuraikan diatas pada umumnya adalah menyangkut bidang-bidang kehidupan di dunia, yang sifatnya temporer akan lenyap dan sirna. Setiap orang Islam memang dibolehkan bahkan diperintahkan, untuk menghayati kenikmatan hidup didunia ini.